Seperti Apa Planet yang Mampu Mendukung Kehidupan?
Zona laik huni, tempat dimana planet
bisa memiliki air dalam wujud cair. | Chester Harman / Planetary
Habitability Laboratory at UPR Arecibo
Planet seperti apa yang mampu mendukung kehidupan?
Pertanyaan
ini masih menjadi PR para astronom. Tidak mudah untuk menjawabnya
karena sampai saat ini, cuma ada satu planet yang bisa mendukung
kehidupan, Bumi.
Karena itulah, pencarian planet yang bisa
mendukung kehidupan selalu mengacu pada Bumi. Air berwujud cair menjadi
faktor utama pendukung kehidupan. Itulah yang dicari.
Planet yang
berpotensi memiliki air dalam wujud cair menjadi target karena pada
planet seperti inilah kehidupan diperkirakan bisa tumbuh dan berkembang.
Pencarian pun dilakukan pada daerah laik huni bintang. Area di
mana temperaturnya cukup hangat sehingga air di area tersebut bisa tetap
dalam wujud cair di permukaan planet.
Namun, kondisi keseluruhan sebuah planet bisa dikatakan planet laik huni masih belum bisa diketahui dengan pasti.
Apakah
hanya dengan keberadaan air berwujud cair maka sebuah planet pasti bisa
mendukung tumbuh kembangnya kehidupan ataukah ada syarat lain yang
harus dipenuhi?
Latar belakang untuk mengetahui syarat bagi
sebuah planet laik huni juga dipicu oleh semakin banyaknya planet di
bintang lain yang ditemukan.
Saat ini tercatat sudah lebih dari
1.000 eksoplanet (planet di luar Tata surya) yang ditemukan dan jejak
penemuan planet di area laik huni bintang juga semakin banyak.
Tercatat,
ada 26 kandidat planet laik huni dengan 9 planet yang sudah
dikonfirmasi keberadaannya. Di masa depan tentu akan semakin banyak
kandidat planet laik huni yang ditemukan.
Pertanyaannya, pada
planet manakah para ahli astrobiologi harus memfokuskan diri untuk
meneliti planet yang benar-benar bisa menjadi tempat yang nyaman bagi
evolusi kehidupan?
Yann Alibert dari Physikalisches Institut
& Center for Space and Habitability, Universitaet Bern, Swiss,
menyatakan bahwa radius sebuah planet memiliki peran penting dalam
mendukung kehidupan di planet laik huni.
Untuk itu, ia kemudian melakukan penelitian untuk menemukan kondisi yang pas untuk sebuah planet menjadi planet laik huni.
Dalam
penelitian ini, Alibert mencari tahu radius maksimum bagi sebuah planet
untuk memiliki permukaan air berwujud cair dan tidak memiliki lapisan
es di lautannya.
Hasilnya? Analisis Alibert menunjukkan kalau
eksoplanet dengan lautan tidak akan bisa mendukung kehidupan jika
ukurannya terlalu besar sehingga meskipun planet-planet besar memiliki
air, kehidupan tidak akan dapat berevolusi di dalamnya.
Jadi apa
yang menyebabkan sebuah planet tidak laik huni? Menurut Alibert, kondisi
paling penting adalah keberadaan siklus karbon yang menjadi penyangga
perubahan temperatur jika bintang induk mengalami perubahan temperatur
jadi lebih panas atau dingin.
Di Bumi, siklus karbon melibatkan
penangkapan karbon dioksida saat larut dalam lautan dan kemudian
bereaksi dengan silikat di dasar laut sehingga memproduksi karbonat yang
kemudian masuk ke inti Bumi. Temperatur yang tinggi di inti Bumi
berfungsi untuk memecah karbonat dan melepas karbon dioksida melalui
aktivitas vulkanik.
Proses inilah yang mengatur perubahan
temperatur atmosferik. Jika temperatur turun, maka hanya sedikit karbon
dioksida yang larut, menyisakan sebagian besar di atmosfer sehingga bisa
menaikkan temperatur lagi.
Dan, jika temperatur naik, maka yang
terjadi adalah sebaliknya. Siklus ini penting untuk mencegah terjadinya
perubahan temperatur secara drastis yang bisa mengubah planet menjadi
bola salju raksasa atau padang gurun raksasa yang gersang.
Dalam
kasus penemuan planet-planet di daerah laik huni, mudah jika semua
planet diasumsikan yang memiliki lautan juga punya siklus karbon yang
sama. Namun, sayangnya tidak demikian!
Menurut Alibert, ukuran
planet memiliki peran penting dalam kelangsungan siklus karbon di sebuah
planet. Planet yang besar akan memiliki gravitasi yang lebih besar yang
ikut menentukan tekanan atmosfer dan tekanan di bawah laut.
Jika
tekanannya terlalu besar, es akan terbentuk di bawah laut dan mencegah
air dalam wujud cair berinteraksi dengan silikat yang membentuk dasar
laut.
Jika ini terjadi, siklus karbon akan berhenti dan
perubahan temperatur yang drastis pun terjadilah di planet tersebut.
Akibatnya planet akan berada pada kondisi ekstrem.
Dalam
perhitungan yang dilakukan Alibert terhadap planet-planet serupa-Bumi,
siklus karbon tidak akan bisa berlangsung jika ukuran planetnya lebih
dari 2 kali ukuran Bumi. Ukuran dua kali radius Bumi menjadi ambang
batas bagi sebuah planet serupa Bumi bisa memiliki siklus karbon.
Meskipun
demikian, tidak ada jaminan bahwa planet yang lebih kecil dari ukuran
tersebut sudah pasti akan mendukung kehidupan. Ada komponen lain seperti
massa, kerapatan, dan senyawa penyusun planet yang harus
diperhitungkan.
Akan tetapi untuk planet yang lebih besar dari
nilai ambang batas tersebut dipastikan tidak akan mampu memiliki siklus
karbon sehingga dapat diklasifikasikan sebagai planet yang tidak laik
huni.
Kriteria yang dibuat Alibert diharapkan bisa menjadi salah
satu kriteria bagi para astronom saat mempelajari planet-planet yang
berada di area laik huni.
Namun, meski ada kriteria tersebut,
pertanyaan lain pun timbul. Apakah siklus karbon merupakan komponen
krusial bagi sebuah planet untuk bisa disebut laik huni?
Menurut para ahli geologi, sebuah planet memiliki banyak cara untuk bisa menstabilkan temperaturnya tanpa siklus karbon.
Contohnya,
Europa, satelit Jupiter yang memiliki lautan dalam wujud cair yang
dibungkus es. Temperatur air di satelit tersebut diatur oleh pemanasan
pasang surut akibat gesekan yang terjadi pada satelit Jupiter tersebut
dengan gravitasi planet induknya.
Jadi kalau Europa bisa mengatur temperatur di dalam dirinya, tentunya eksoplanet serupa-Bumi pun bisa melakukannya.
Jadi
meskipun pendekatan Alibert bisa membantu para astronom untuk memangkas
panjangnya daftar planet laik huni yang harus diteliti, tetapi
pendekatan tersebut masih belum bisa dijadikan aturan umum untuk
penentuan sebuah planet laik huni.
Tentunya para ahli
astrobiologi akan menemukan alasan tepat untuk menggunakan ataupun tidak
menggunakan pendekatan tersebut saat menentukan eksoplanet laik huni
yang akan dipelajari dan diteliti lebih jauh.